Sang Pemberani Itu Bernama Ganjar Pranowo Daeng Manaba

By Admin


Foto : Penulis bersama Ganjar Pranowo Daeng Manaba.

Penulis : Egha - Rakyat Biasa

“Para Pengecut mati berkali-kali sebelum kematian mereka yang sesungguhnya. Seorang Pemberani hanya mati satu kali....” (Willian Shakespeare)


SEBUAH momen pertemuan yang luar biasa bisa menjadi satu lompatan yang kemudian membentuk keyakinan dan kepercayaan kita demikian tercerahkan. Itulah yang saya alami. 

Di suatu hari yang ringan, alur hidup memberi saya kesempatan -lebih tepatnya keberuntungan. Tepat di momen hari ulang tahun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, saya diberi kesempatan bertemu dengan orang nomor satu di Jawa Tengah ini. 

Di rumah jabatan Gubernur Jateng di Puri Gedeh. Sebuah lahan seluas 400 meter persegi, termasuk salah satunya kompleks rumah dinas gubernur Jawa Tengah, Puri Gedeh yang sudah ada sejak tahun 1925, saya bertemu dengan sosok kharismatik ini. 

Bersama beberapa pemuda dari berbagai suku, agama, dan etnis dari berbagai provinsi, saya menjadi salah seorang saksi hidup bagaimana karakter khas seorang Ganjar Pranowo ketika bertemu langsung dengan rakyat biasa seperti saya. 

Sebelum bertemu, penilaian saya selama ini terhadap sosok Ganjar memang terkesan sangat merakyat, humble, tak berjarak dengan siapa pun. Dan ini saya anggap merupakan ciri khas karakternya. 

Ternyata, penilaian tersebut memang benar adanya. Mulai dari kedatangan dan memperkenalkan diri serta mengutarakan maksud, pihak protokoler langsung menanggapi dengan sangat positif dan tanpa banyak ‘neko-neko’, sosok kharismatik ini telah hadir di hadapan saya. 

Yang menggetarkan adalah sewaktu saya memperkenalkan diri sebagai pemuda Sulsel dan menyerahkan cendera mata berupa “songkok Bone dan Lipa Sabbe”, Gubernur Ganjar langsung merespon dengan sangat antusias. Saya menyaksikan matanya berbinar. Bahkan dia dengan bangga menceritakan bila dirinya sudah punya nama Sulsel yakni “Daeng Manaba”.

Diketahui, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, diberikan anugerah gelar adat Sulawesi Selatan (Sulsel) 'Daeng Manaba' atau gelar untuk bangsawan Bugis Makassar. Gelar adat diberikan setelah kesepuluh raja Sulsel menggelar rapat tertutup di Hotel Kesambi Semarang tahun 2016 lalu, Penganugerahan gelar ditandai dengan penyerahan keris kepada Ganjar di gedung Gradhika Bhakti Praja, komplek kantor Gubernur Jateng. 

Adapun alasan kesepuluh raja Sulsel memberi gelar kehormatan istimewa adat Sulsel kepada Ganjar karena sosoknya dinilai lurus, tegas, berani serta memegang teguh sebuah tanggungjawab dan amanah yang diembannya. 

Saat itu, Ganjar memang mengakui, dirinya meski dari Jawa Tengah telah belajar banyak dari suku Bugis-Makassar. Terutama keberaniannya mengarungi samudera.

Ganjar dan Tipikal Pemimpin Menurut Budaya Bugis-Makassar

Dalam sejarah petuah bijak suku Bugis-Makassar, Kepemimpinan merupakan satu hal yang sangat diperhatikan. Kepemimpinan yang baik dan bijaksana pasti akan mengantarkan rakyatnya pada kesejahteraan. Sebaliknya kepemimpinan yang buruk bisa dipastikan bakal menjerumuskan rakyatnya ke lembah kesengsaraan tak bertepi. 

Karena itulah para bijak suku Bugis-Makassar meletakkan beberapa sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. 

Pertama, sifat ‘Getteng’. Seorang pemimpin harus memiliki sifat tegas dalam mengambil keputusan, teguh pendirian, tabah, dan tahan terhadap godaan. Getteng ditunjang dengan ‘Asitinajang’ (asas kewajaran), yakni arif, bijaksana, dan adil dalam bertindak.

Kedua, sifat ‘Lempu’. Seorang pemimpin harus bersikap jujur, taat asas; Acca: pintar, cerdik, cendikia, dan kreatif; yang didukung oleh Reso, yakni usaha, ikhtiar dalam mencapai suatu tujuan. Sikap ‘Lempu’ merupakan apa yang keluar dari dalam hati nurani setiap manusia dan bukan merupakan apa yang keluar dari hasil pemikiran yang melibatkan otak dan hawa nafsu belaka melainkan hasil proses ‘ininnawa’ (renungan hati yang dalam).

Ketiga, sifat Ada' tongeng’, berhubungan dengan ucapan yaitu mengatakan yang benar, tidak bohong, tidak ada ucapan rekayasa. Seseorang tidak mungkin berprilaku jujur tanpa disertai ada' tongeng. Demikian pula tidak mungkin bersifat tegas dan konsekuen (getteng) tanpa dibangun dengan ‘Lempu’ dan ‘Ada tongeng’.

Dalam baluran karakter dan sifat inilah, sosok Ganjar Daeng Manaba terlihat demikian mencorong. Maka tidak mengejutkan bila sepuluh raja Sulsel sepakat memberinya anugerah gelar kehormatan sebagai seorang tipikal pemimpin yang paripurna dalam khazanah budaya Bugis-Makassar. Sosok Ganjar Daeng Manaba adalah seorang Bugis-Makassar dalam menerapkan sikap kepemimpinannya. 

Keberanian Itu Adalah Ganjar Daeng Manaba

Seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan jangan ditakar hanya dari kemampuannya beretorika dan me-“nina-bobo”-kan rakyatnya dengan pembicaraan yang membuai. Seorang pemimpin adalah sebuah tindakan. Dan keberanian dalam tindakan menjadi alat ukur untuk menilai apakah pemimpin itu pemberani atau hanya sekadar pengecut yang senantiasa berlindung di balik berbagai alasan dan kemudian menyalahkan orang lain. 

Beberapa waktu lalu, sebuah insiden terjadi di Wadas Jateng. Berbagai ragam opini berhamburan keluar. Tapi hanya Ganjar Daeng Manaba yang bertindak. 

Ada sebuah tulisan menarik yang saya baca di group WahstApp beberapa saat lalu. Isinya menginspirasi tentang sebuah keberanian dan kepemimpinan yang sesungguhnya. Berikut saya kutip langsung seluruh tulisan yang berjudul “Pemberani Itu Adalah Ganjar”

“Luar biasa pemimpinku. Gagah berani datang sendirian ke Wadas, tanpa polisi, tanpa pengamanan. Gentleman.

Ganjar datang untuk meminta maaf langsung pada warga Wadas yang jadi korban kekerasan. Ganjar datang secara pribadi. Meminta maaf atas kesalahan yang tidak ia buat sendiri. Ganjar meminta maaf atas ketidakmampuannya sebagai manusia, mengontrol setiap tindakan manusia lainnya. Manusia-manusia pengecut yang tak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pengecut itu dengan segala kepentingannya, mengarahkan semua kesalahan perihal Wadas kepada Ganjar Pranowo. Dengan alasan Izin Penentuan Lokasi atau IPL quarry Wadas yang menandatangani adalah Ganjar Pranowo lalu seakan akan semua masalah itu disebabkan oleh Ganjar. 

Padahal keberadaan IPL bukan maunya Ganjar. IPL di tandatangani Ganjar karena dialah Gubernur Jateng. Siapapun gubernurnya, maka dia pasti tanda tangan IPL itu.

Sedangkan proyek tersebut bukan milik Ganjar. Itu proyeknya Kementerian PUPR. Lokasi quarry kenapa berada di Wadas juga bukan kemauan Ganjar. Itu kemauan BBWS Serayu Opak sebagai pelaksana pekerjaan. Pengukuran tanah itu tanggung jawab BPN. Dan pengamanan yang berujung kekerasan serta penangkapan 67 warga itu tanggung jawab kepolisian dalam hal ini Polda Jateng.

Tapi setelah kejadian viral kemana mana, rakyat se Indonesia mengutuk peristiwa itu, semua lari, semua lempar tanggung jawab dengan dalih sudah bertindak sesuai prosedur.

Tak ada satupun yang berani mengakui bahwa ada kekerasan. Tak ada satupun yang secara jujur bilang bahwa ada kesalahan. Tak ada satupun, kecuali Ganjar.”. 

Memang, dalam tataran tertentu, sikap kepeminpinan bakal dinilai dengan sebuah tindakan yang mengundang risiko sangat besar. Ganjar Daeng Manaba telah menunjukkannya. Menginspirasi kita bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap dan bertindak. Sang pemberani itu bernama Ganjar Pranowo Daeng Manaba. (*)